Minggu, 25 Mei 2014

Penjara Suci



Penjara Suci

Tiba-tiba saja terlintas dalam benakku akan ayah yang biasa aku panggil dengan nama panggilan Nci itu mengingatkan ku akan suatu hal. Aku yang beliau pinta untuk melanjutkan sekolah menengah pertamaku di SMA Muhammadiyah Denpasar bersama dengan Muthi’ah yang tidak lain saudara sepupuku yang tinggal di Denpasar. Namun kali ini aku tidak bias berkutik untuk mengabulkan pinta ibuku bersama keluarga besar Danakan yang selalu mendesakku untuk melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di Pesantren Al-mukmin Ngruki.
Pada awalnya keluarga Danakan dengan berat hati menyetujui ku untuk bersekolah di pulau Dewata. Namun karena insiden yang tidak ingin lagi aku putar dalam memori otakku dan sangat membuat aku trauma sampai saat ini, sehinnga mengakibatkan aku harus terdampar di kota Batik untuk menimba ilmu bersama Muhammad Farhan yang merupakan saudara sesusuanku dan tidak lain saudara sepupu ku, anak laki-laki dari kakak kandung ibuku.
Tepat pada tanggal 9 juli 2010 adalah hari dimana aku berangkat ke kota solo yang memakan 15jam perjalanan dari pulau dewata bersama farhan dan ibunya Ummu Kalstum yang merupakan kakak pertama ibuku anak dari pasangan suami isteri Daeng Basse dengan Daeng Bulkhoiri, tanpa sepengetahuan Nciku yang tengah menyetorkan kerapu,loubster ke bos thai’kun sebut saja bos hongkong yang terletak di Nusa Dua, Bali.
Mentari masih malu-malu menampakkan wajahnya Saat ini aku masih terdiam di depan jendela, aku yang kini berada di lantai-2 hotel tiara puspita ini termangun dengan penuh tanda Tanya kecil dalam otak ku. Dengan pandangan kosong menghadap ke jalan raya itu. Ini adalah hari pertama dimana aku memulai menimba ilmu di kota batik ini lebih tepatnya aku baru menyadari akan kota solo yang belum pernah ku injakkan kaki sebelumnya. Perlahan ku sedikit menggeser jendela itu ka arah kiri, dengan harapan mendapat lebih banyak O2 dengan udara yang sedikit bau tanah ini untuk segera mensuplay makanan otak supaya rasa kantuk ini lekas pulih.
Tak lagi ku hiraukan jalan raya yang sedari tadi dibanjiri kendaraan yang berlalu-lalang, disaat membran timpani ku bergetar sampai ujung saraf menghantarkan getaran itu ke otak sehingga terdengar bunyi yang menyuruhku bersiap-siap menuju ngruki untuk ujian tes tertulis masuk pesantren itu. Aku segerakan langkahku menuju kamar mandi. Seketika air yang mengucur di sekujur tubuhku masuk ke sela pori-pori kulitku dari bawah shower itu sangat menusuk tulang yang seakan tubuhku terasa tidak bertulang. Tidak seperti biasanya air yang biasa ku pakai untuk mandi,kali ini sangat berbeda.
Kaki yang kini terasa kaku ketika hnedak melangkah menuju lobi bermaksud untuk memasuki taxi berwarna cokelat yang akan mengantarkan ku menuju sebuah tempat yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Perlahan roda taxi ini mulai berputar kami pun menyusuri janan yang dipenuhi toko batik disepanjang jalannya. Kornea ku masih menyusuri tulisan-tulisan yang berada dipinggiran jalan. Dan kudapati tulisan “kampung batik laweyan”. Retina ku masih  berkeliaran menyusuri segala apa yang berada kanan kiri jalan disaat roda taxi berbelok kea rah kanan dan mendapati tanjakan, mataku pun tertuju pada sebuah jembatan yang dibawahnya terdapat sungai yang sangat keruh berwarna cokelat kehitam-hitaman, kembali kornea ku menghiggapi gapura yang bertuliskan “Ngruki,Cemani” tak lama setelah itu seketika roda taxi cokelat ini terdiam didepan plang yang bertuliskan “PONDOK PESANTREN ISLAM AL-MUKMIN NGRUKI” entah mengapa tubuhku terasa lemas seketika takbertulang kembali seperti apa sebelumnya yang aku rasakan di hotel tadi. Segera satpam membuka gerbang bermaksud mempersilahkan kami untuk memasuki area pesantren. Kali pertama aku menginjakkan telapak kaki di tempat aneh ini, perlahan aku memasuki ruang tes yang tepat berada disamping kiri koridor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar