Tiba-tiba
saja terlintas dalam benakku akan ayah yang biasa aku panggil dengan nama
panggilan Nci itu mengingatkan ku akan suatu hal. Aku yang beliau pinta untuk
melanjutkan sekolah menengah pertamaku di SMA Muhammadiyah Denpasar bersama
dengan Muthi’ah yang tidak lain saudara sepupuku yang tinggal di Denpasar.
Namun kali ini aku tidak bias berkutik untuk mengabulkan pinta ibuku bersama
keluarga besar Danakan yang selalu mendesakku untuk melanjutkan Sekolah
Menengah Pertama di Pesantren Al-mukmin Ngruki.
Pada awalnya
keluarga Danakan dengan berat hati menyetujui ku untuk bersekolah di pulau
Dewata. Namun karena insiden yang tidak ingin lagi aku putar dalam memori
otakku dan sangat membuat aku trauma sampai saat ini, sehinnga mengakibatkan
aku harus terdampar di kota Batik untuk menimba ilmu bersama Muhammad Farhan
yang merupakan saudara sesusuanku dan tidak lain saudara sepupu ku, anak
laki-laki dari kakak kandung ibuku.
Tepat pada
tanggal 9 juli 2010 adalah hari dimana aku berangkat ke kota solo yang memakan
15jam perjalanan dari pulau dewata bersama farhan dan ibunya Ummu Kalstum yang
merupakan kakak pertama ibuku anak dari pasangan suami isteri Daeng Basse
dengan Daeng Bulkhoiri, tanpa sepengetahuan Nciku yang tengah menyetorkan
kerapu,loubster ke bos thai’kun sebut saja bos hongkong yang terletak di Nusa
Dua, Bali.
Mentari
masih malu-malu menampakkan wajahnya Saat ini aku masih terdiam di depan
jendela, aku yang kini berada di lantai-2 hotel tiara puspita ini termangun
dengan penuh tanda Tanya kecil dalam otak ku. Dengan pandangan kosong menghadap
ke jalan raya itu. Ini adalah hari pertama dimana aku memulai menimba ilmu di
kota batik ini lebih tepatnya aku baru menyadari akan kota solo yang belum
pernah ku injakkan kaki sebelumnya. Perlahan ku sedikit menggeser jendela itu
ka arah kiri, dengan harapan mendapat lebih banyak O2 dengan udara
yang sedikit bau tanah ini untuk segera mensuplay makanan otak supaya rasa
kantuk ini lekas pulih.
Tak lagi ku
hiraukan jalan raya yang sedari tadi dibanjiri kendaraan yang berlalu-lalang,
disaat membran timpani ku bergetar sampai ujung saraf menghantarkan getaran itu
ke otak sehingga terdengar bunyi yang menyuruhku bersiap-siap menuju ngruki
untuk ujian tes tertulis masuk pesantren itu. Aku segerakan langkahku menuju
kamar mandi. Seketika air yang mengucur di sekujur tubuhku masuk ke sela
pori-pori kulitku dari bawah shower itu sangat menusuk tulang yang seakan
tubuhku terasa tidak bertulang. Tidak seperti biasanya air yang biasa ku pakai
untuk mandi,kali ini sangat berbeda.
Kaki yang
kini terasa kaku ketika hnedak melangkah menuju lobi bermaksud untuk memasuki
taxi berwarna cokelat yang akan mengantarkan ku menuju sebuah tempat yang tidak
pernah kulihat sebelumnya. Perlahan roda taxi ini mulai berputar kami pun
menyusuri janan yang dipenuhi toko batik disepanjang jalannya. Kornea ku masih
menyusuri tulisan-tulisan yang berada dipinggiran jalan. Dan kudapati tulisan
“kampung batik laweyan”. Retina ku masih
berkeliaran menyusuri segala apa yang berada kanan kiri jalan disaat
roda taxi berbelok kea rah kanan dan mendapati tanjakan, mataku pun tertuju
pada sebuah jembatan yang dibawahnya terdapat sungai yang sangat keruh berwarna
cokelat kehitam-hitaman, kembali kornea ku menghiggapi gapura yang bertuliskan
“Ngruki,Cemani” tak lama setelah itu seketika roda taxi cokelat ini terdiam
didepan plang yang bertuliskan
“PONDOK PESANTREN ISLAM AL-MUKMIN NGRUKI” entah mengapa tubuhku terasa lemas
seketika takbertulang kembali seperti apa sebelumnya yang aku rasakan di hotel
tadi. Segera satpam membuka gerbang bermaksud mempersilahkan kami untuk
memasuki area pesantren. Kali pertama aku menginjakkan telapak kaki di tempat
aneh ini, perlahan aku memasuki ruang tes yang tepat berada disamping kiri
koridor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar